Re-Thinking Adat Batak

Disamping masalah agama, masalah lain adalah kondisi sosial dan kehidupan zaman dahulu dan zaman sekarang sudah sangat berbeda. Dunia sudah beberapa kali mengalami pergantian zaman yang radikal, mulai dari zaman batu, pertanian, industri, informasi dan saat ini zaman pengetahuan, yang semuanya mempengaruhi nilai-nilai kehidupan masyarakat termasuk masyarakat Batak.  Kehidupan post modernism dan kompetisi bisnis yang semakin sengit belakangan ini, menuntut efisiensi dan simplifikasi dalam berbagai hal, termasuk dalam pelaksanaan adat. Tidak saatnya lagi adat mengikat para profesional Batak dengan ”memaksa” mereka untuk mengikuti acara adat secara kaku, bertele-tele dan ”penuh” sehari suntuk, karena peran mereka sangat ditunggu di tempat kerjanya untuk berkarya dengan optimal. Zaman ini juga ditandai dengan adanya gerakan feminisme,

yang menuntut kesetaraan jender. Adat Batak dipandang kurang ramah dalam menyongsong kesetaraan ini. Penilaian berbasis adat terhadap keberhasilan seseorang sering kurang menghargai jender perempuan. Orang yang tidak menikah atau menikah tetapi tidak memiliki keturunan yang lengkap laki-laki dan perempuan sering mendapat diskriminasi dalam pelaksanaan adat Batak. Disatu sisi, saat ini semakin banyak pria atau wanita Batak yang usia menikahnya semakin tinggi atau bahkan semakin banyak jumlah orang yang sama sekali memilih atau terpaksa tidak menikah, dengan berbagai alasan dan situasi. Disamping itu, kalaupun menikah, pasangan suami istri saat ini membutuhkan  waktu yang lebih lama untuk memiliki anak, bahkan semakin banyak pasangan yang secara sengaja melakukan pembatasan atau pengaturan jumlah anak yang mereka miliki, sebagai akibatnya banyak pasangan yang hanya memiliki 1, 2 atau 3 anak saja, dan tidak sedikit dari pasangan ini yang hanya memiliki anak-anak perempuan saja, dimana kondisi seperti ini akan mengalami diskriminasi dalam paradaton.  Sering terjadi, orang-orang Batak yang tidak menikah, betapapun sangat berperan dan berprestasi dalam kehidupan masyarakat tidak diperhitungkan dan tidak memiliki hak untuk duduk (hundul) dalam acara adat. Hal ini menurut saya perlu dikoreksi, perlu dilakukan penyesuaian parameter dan syarat penilaian yang mendorong agar adat Batak mempertimbangkan faktor-faktor kontribusi dan peran seseorang dalam kehidupan sosial. Bahkan kontribusi sosial ini perlu lebih ditekankan atau diutamakan dari pada status perkawinan (termasuk jumlah keturunan, kelengkapan jender keturunannya) dan status ekonomi seseorang. Adat yang mengapresiasi kontribusi sosial seseorang akan mendorong masyarakat  Batak untuk berprestasi dan berkontribusi dalam kehidupan masyarakat dan bangsanya. Seandainya pionir seperti Butet boru Manurung yang mengajar di kalangan suku pedalaman (suku Kubu) atau seorang penerima hadiah Kalpataru mendapat terhormat dalam adat Batak walaupun mungkin mereka belum menikah, maka hal itu akan memicu masyarakat Batak lainnya untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat dan bangsanya, dan tidak lagi hanya sekedar mencari hamoraon atau hagabeon agar diakui dalam tata laksana paradaton. Paul L.Tobing (Pemerhati Masalah Sosial dan Penulis Buku Knowledge Management : Konsep, Arsitektur dan Implementasi) 

13 Responses to Re-Thinking Adat Batak

  1. martin .lumbanraja berkata:

    slamat pak atas peluncuran web nya pak…….

    saya pikir adat batak itu slalu ber-evolusi, dan sedikit banyak akan berevolusi menghadapi perubahan zaman yg akan datang ( sebagai sample perubahan kita bisa membandingkan adat batak yg dipraktekkan sekarang dengan adat batak yang dipraktekkan 150 tahun yang lalu).

    Bagaimana bentuk akhir nya?? ditentukan oleh apa yg dipraktekkan generasi Pak Paul, generasi kami yg lebih muda, generasi anak anak kita dan generasi cucu kita!

    seperti apa persis nya praktek adat batak 100 tahun lagi?? tidak ada yang tahu, mungkin John Naisbit jadi salah satu referensi.

    mauliate godang untuk space comentar nya pak Paul, dan ditunggu pemikiran ide ide nya.

  2. Alvin Tjahjono berkata:

    Banyak orang ingin memperbaiki kondisi yang ada, tetapi tidak semua orang mau memulai untuk mewujudkannya. Pak Paul tetap bersemangat untuk meningkatkan kualitas hidup sesama, memikirkan kepentingan orang lain. Semoga ini menjadi inspirasi bagi saya dan banyak orang untuk memulai memperbaiki kondisi, khususnya di Indonesia, dan khususnya dimulai dari diri sendiri. Walaupun saya bukan keturunan Batak, tetapi saya dukung penuh usaha Pak Paul untuk merubah pola pikir teman-teman agar mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Dan, apabila memungkinkan, mungkin ada yang bisa saya bantu untuk mewujudkannya.

  3. Amir berkata:

    Jaman sekarang banyak orang Batak tak mengerti apa itu adat Batak, apa makna ataupun hakekat yang menjadi dasar pola pikir sehingga para pendahulu menciptakan dan menjalankan adat Batak.

    Mungkin 2 generasi yang akan datang hanya 5 % orang Batak yang mengerti dan mau menjalankan adat Batak.

    Mungkinkah juga suatu saat generasi Batak tidak mengerti lagi partuturon , apa itu ito, amang uda, amang tua, namboru, tulang, tulang rorobot , dongan sabutuha, hula-hula, boru .

    Mungkin suatu saat orang yang ingin mengetahui adat Batak harus buka internet dan mencari dari situs yang ada di Nederland.

    Now … what are you think ?

  4. Bang Juntak berkata:

    Saya yakin penulis ini sama sekali tidak mengerti apa itu adat batak, jangan-jangan hata batakpun tak bisa. Bagaimana bisa mengerti adat batak sedangkan hata bataknya juga tak bisa? Jangan menilai sesuatu itu dari kulit luarnya saja. Alangkah lebih baik kita membahas kekurangan adat batak itu setelah kita terlebih dahulu mengerti makna dan kenapa adat itu dilaksanakan seperti itu.

    Saya mengutip tulisan pak Paul sedikit.
    Sering terjadi, orang-orang Batak yang tidak menikah, betapapun sangat berperan dan berprestasi dalam kehidupan masyarakat tidak diperhitungkan dan tidak memiliki hak untuk duduk (hundul) dalam acara adat. Hal ini menurut saya perlu dikoreksi, perlu dilakukan penyesuaian parameter dan syarat penilaian yang mendorong agar adat Batak mempertimbangkan faktor-faktor kontribusi dan peran seseorang dalam kehidupan sosial. Bahkan kontribusi sosial ini perlu lebih ditekankan atau diutamakan dari pada status perkawinan (termasuk jumlah keturunan, kelengkapan jender keturunannya) dan status ekonomi seseorang.

    Pertanyaan untuk pak Paul.

    1. Bagaimana seseorang itu hundul dalam acara adat kalau dia belum memiliki perangkat-perangkat adat tersebut. Bukankah setelah menikah seseorang itu punya Hula-hula sebagai salah satu perangkat adat batak dalam dalihan natolu? Bahkan setelah menikah juga seseorang itu bisa dianggap jadi boru.

    2. Dalam porsi sebagai apakah dia dalam dalihan natolu kalau belum menikah?

    Mohon diberikan pencerahan

    Horas

  5. paultobing berkata:

    Lae Juntak,
    Secara prinsip ingkon adong komitmen Desakralisasi Adat Batak. Adat itu sesuatu yang bisa berubah, begitu pula dalihan natolu, bisa saja disepakati jadi dalihan na opat asa lebih hattus (mantap), sehingga angka halak hita na berprestasi/tokoh boi hundul di na paopathon i.

    Holan sada na sakral di portibion, yaitu hubungan kita dgn Tuhan. Kecuali adat itu mau diposisikan sebagai agama, itu tidak kita bisa ganggu gugat, sudah hak asasi. Mauliate untuk komentar ni Lae. Salam

  6. Amir berkata:

    Horas ma hasian !

    Saya sekarang sedang belajar Adat Batak , sedang belajar menjadi tokoh marga di lingkungan saya, yang otomatis harus mulai belajar berperan dalam praktek Adat Batak, dilingkungan dimana saya harus ikut.

    Ada satu kalimat dari para orang tua yang sering berperan dalam praktek adat Batak sbb : ” dang marna tammat anggo na marsiajar adat Batak on , ai asing luat asingdo nabinaenna ”
    di ginjang ni i adongdo hata ni akka natua-tua na mandok : ” aek godang aek laut, dos ni roha sibahen na saut ”

    Kalaupun adat Batak itu di jalankan terlalu bertele-tele, mungkin itu hanya pelaksanaan dari orang-orang yang bersangkutan, bukan karena adat yang harus dijalankan bertele-tele.
    Atau mungkin juga dari orang-orang yang berperan di situ saat itu banyak yang ” teal , akka si jogal rukkung ” alias sok pamer sehingga acara di tambah-tambah dan marganjang-ganjang.

    Nommensen telah menyaring adat Batak yang boleh dilaksanakan oleh orang Kristen ( khususnya HKBP )
    Dasarnya adalah Alkitab yang menyatakan ” …. baik engkau makan, baik engkau minum, atau apapun yang engkau kerjakan … hendaklah itu menjadi kemuliaan bagi Tuhan …..”
    ( Tolong hasian, surat jolo dison ayatna i )

    Jadi kalaupun saudara ( khususnya yang Kristen ) akan melaksanakan Adat Batak, hendaklah itu dibuat menjadi kemuliaan bagi Tuhan !

    Unang gabe botcirni parbadaan … hehehe …..

  7. Aya-aya wae lae tobing ini…..
    apa semua orang bisa duduk jadi hakim dipengadilan??
    apa semua orang bisa menilang pelanggar di ja;an raya?

    segalanya punya aturan dan syaratnya,
    jadi hakim yah….harus tamat sarjana hukum dulu, kalo titelnya IR gak bisa bukan???

    demikian juga adat batak ini, yang bisa melakukan adata batak ( baca = mangulahon adat sihabathon na resmi ) tentunya yang sudah menerima ‘ijazahnya’ itu sendiri.
    kalo belon ngerti, jangan terlalu banyak ‘cincong’ lah laeku….

    kalo lae kritik ‘parngoluon’ dan ‘kehidupan’ sosial dalam kemasyarakatan orang batak, itu sah-sah saja. tapi kalo lae bilang ‘seseorang yang belom menikah harus mendapat persamaan hak dalam adat batak’, pikiran lae yang kudu di ajari tentang hal ini…
    ollobolokna i, jolo nijilat bibir asa mandok sidohonon iba…..

    Sian dia do boi dohonon sahalak doli-doli, “Tu hamu pamoruon nami……..” bah, sejak kapan pulak itu…….atau ‘tu hamu rajani hula-hula nami’….dare mana seprang prioa lajang punya hula-hula??……..

  8. paultobing berkata:

    Saya sebenarnya tidak mau langsung masuk ke hal-hal teknis seperti ini. Yg pertama dan utama ingin saya lihat adalah apakah kita ingin dan berubah ke arah yg lebih baik atau tidak? Itu dulu.
    Kedua, kalau pun saya diminta utk hal-hal yg teknis. Setiap orang punya ayah kandung. Kalaupun seorang yg tidak menikah krn keputusan atau karena situasi lain, dia (misalnya sesudah melebihi usia tertentu) bisa diberi parhundulon sesuai parhundul ni natorasna baoa, sedangkan molo boru ibana sesuai status ni iboto ni bapana (namboru/kandung/sepupu).
    Songoni majolo kedan, manjaha tulisan mu, saya semakin bersemangat menggagas hal ini.
    Mauliate utk komentar muna.

  9. Hendrik berkata:

    Uda Paul…dan saudar-saudara kandung dari darah batak…

    Saya hanya mau sharing…

    bahwa saya lebih percaya Tuhan Yesus mengajak kita mengikut dia dengan eksistensi kita sebagaimana kita adanya…

    dalam komentar saya terhadap tulisan alin tentang adat dalam blog Uda Paul ini saya sudah utarakan panjang lebar ilham yang saya percaya diberikan Tuhan Yesus kepada saya…

    intinya..Tuhan Yesus adalah Tuhan Yang Hidup yang telah menganugerahkan karya keselamatan kepada semua umat manusia berdosa dan semua suku bangsa yang berdosa melalui kematian, kebangkitan dan kemenangan Yesus Kristus mengalahkan kuasa si iblis/setan, mengalahkan kuasa maut. Dan Tuha Yesus Tuhan kita itu adalah Tuhan yang telah pernah hadir sebagai manusia Yahudi yang melakukan kebiasaa/budaya/adat istiadat bangsa Yahudi (makan, pesta orang-orang Yahudi, tarian orang2 Yahudi). Namun Tuhan Yesus tidak mendewakan adat/budaya/kebiasaan.

    Jadi..(seperti komentar saya di bagian lain : Masalah Adat, dalam blog Uda Paul ini) si iblis yang picik dan penipu itu telah memodifikasi, mencoba meng0klaim bahwa adat/budaya banyak suku bangsa termasuk adat batak itu bersumber dari si iblis…

    itu bohong sama sekali…palsu sama sekali…pemutar balikan fakta sama sekali…

    ambil saja satu contoh…ulos katanya diilhami oleh si iblis sehingga orang batak membuat ulos dengan motif seperti ulos batak yang kita lihat sekarang ini…coba, ngebohong bangat kan?

    apa kita mau percaya itu…???

    masakan kita tidak lebih percaya bahwa Tuhan kita Yang Hidup itu adalah Tuhan Yang Luar Biasa yang penuh dengan kuasa dan kreatifitas sehingga Tuhan lah yang menginspirasi orang batak untuk membuat ulos untuk pakainnya sendiri dengan keindahan yang relatif bagus menurut jamannya?

    apakah kita lebih mau percaya kalau tor-tor adalah di suruh oleh si iblis/setan kepada bangsa batak supaya orang batak menyembahnya?

    masakan kita tidak lebih percaya bahwa Tuhan kita Yang Luar Biasa itu adalah Tuhan Yang Hidup yang penuh dengan keceriaan, yang bahkan Dia sudah nyatakan dalam firmannya bagaimana kita melihat bahwa di surga umat Tuhan akan penuh dengan pesta, kecerian, tarian dan pujian (walaupun yang di dunia ini adalah hanya sekedar/secuilgambaran awalnya saja), Tuhan yang dari awal manusia diciptakan sudah menanamkan gerakan dan semangat kegirangan yang murni dan ekspresif dalam jiwa kita. Masak sih orang batak tidak dibuat Tuhan bergirang karena hasil panennya yang melimpah, ternaknya yang semakin banyak, usahanya dan desanya yang berlimpah dengan berkat sehingga mereka orang batak bersukaria oleh kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa?

    Orang batak pada saat mereka seperti itu (bergirang dan bersukaria) memang belum mengenal Tuhan Yang Benar itu di dalam Yesus Kristus, tapi kita harus percaya ketika pada awal orang-orang batak seperti itu kegirangan dan sukaria mereka adalah kegirangan dan sukaria yang murni yang telah ditanamkan Tuhan kepada umat manusia secara umum. Si iblis kemudian mencurinya, memodifikasinya, dan berusakha meng-klaimnya sebagai miliknya. Yang kemudia cerita bahwa adat batak itu dari si iblis…dari hal sipelebeguan…hati-hati…!!!pemikiran seperti ini membuat kita menjadi picik…membuat kita menempatkan Tuhan bukan sebagai Tuhan, membuat kita menempatkan kuasa Tuhan lebih rendah dan kalah dibandingkan dengan si iblis….hati-hati saudara-saudara….!!!

    sekali lagi saya mau sampaikan, mari coba kita bandingkan apa yang terjadi dengan ke-islam-an. Muhammad mengajarkan bahwa dia diilhami oleh tuhan allah yang benar, isi al-quran adalah yang paling benar…tapi benar kah…???

    saya percaya banyak di antara saudara tahu bahwa hampir semua ayat dan kebenaran di dalam al-quran itu mirip dengan isi alkitab, bahkan cerita hidup dan pengajaran Yesus ada juga di dalam al-quran..hanya al-quran tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan. cukup hanya itu saja, maka al-quran menjada senjata yang mematikan untuk manusia yang mau dijerat olehnya.

    sama halnya dengan adat berbagai suku bangsa termasuk adat batak, si iblis mau meng-klaim bahwa semua budaya suku bangsa, ilmu pengetahuan, seni dan budaya, musik bahwa si iblis lah yang mengispirasi, bahwa dia lah yang menciptakan…jelas bohong sekali…jelas pemutarbalikan kebenaran… ingat saudara-saudara, iblis itu adalah bapa dari segala kebohongan…

    jadi yang terpenting dan menjadi kebenaran sejati adalah bahwa adat kita adalah kebiasaan, ekspresi dan pernyataan sikap kita sebagai manusia. Tuhan menginginkan itu…bagsa jepang mempunyai adat kalau bertemu dengan orang lain harus saling menundukkan kepala, orang new zeland harus saling laga hidung (hehehe…lucu yah..), orang arab saling cium pipi meskipun sesama lelaki… itu semua Tuhan yang menginspirasikan buakn si iblis..padahal kebiasaan/adat/budaya orang arab, orang new zeland, orang jepang dan suku bangsa lainnya itu kan ada mungkin ketika mereka juga belum mengenal Tuhan Yesus sebagai Tuhan Yang Sejati.

    jadi…Tuhan Yesus memnginginkan siapapun kita menjadi manusia baru di dalam Kristus yang mengasihi Tuhan Yesus dan menyalurkan kasih Yesus kepada semua umat manusia dan kepada semua suku bagsa, karena Tuhan Yesus juga mengasihi mereka.

    Kalau saya berpendapat kita harus bergandengan tangan memerangi kepicikan dan kebohongan si iblis yang sama dibuatnya kepada umat muslim agar supaya berita injil itu tertanam kuat dihati manusia yang mendenangarkannya dan kasih Kristus mengalir deras kepada semua manusia dan kepada semua suku bangsa…

    nah soal pelaksanaan adat batak dan kondisi kemajuan dunia jaman sekarang ini…itu kan masalah tidak penting..jadi bukan berarti adat batak itu dosa…adat batak itu tidak berguna…

    yang berdosa kan beberapa bentuk yang meninggikan harta dan kemuliaan manusia..jangankan adat batak, kebiasaan moderan sekarang ini juga bisa menjadi dosa dan sumber dosa, sumber kesombongan dihadapan Tuhan, iya kan..??

    saya juga secara pribadi menghadapi pergumulan karena perbedaan pemikian soal adat ini, dan juga belakangan menemukan teman-teman muda orang-orang batak yang sangat bergumul dan bermasalah dangan adat ini..misalnya teman-teman muda yang sebenarnya begitu saling mengasihi dengan calon pasangan hidupnya harus batal atau bahkan bermusuhan dengan orang tua dan keluarga nya sendiri hanya karena tidak bisa menyelesaikan perbedaan diantara kedua keluarga.

    Karena pengalaman itulah saya punya usul yang saya coba sampaikan kepada seorang teman dan saya berharap dan menjadi doa saya bahwa hal ini bisa terjadi, bahwa solusi untuk kekomplekan, kerepotan masalah ada ini bisa diselesaikan dengan adanya oran-orang yang mau menjadi EO (Even Organizer) yang membawa konsep yang tetap utuh atas adat -istiadat batak (tapi yang sesuai dengan kehendak Tuhan Yesus, dalam hal ini, dalihan natolu dan mangulosi bagi saya adalah kerinduan yang murni yang sesuai dengan kehendak Tuhan Yesus), nah EO ini membawa konsep yang utuh dan sederhana…

    Jadi EO menentukan acara mangulosi yang penting-penting, manortor yang penting-penting, bahkan kalau perlu untuk lagu-lagunya banyak dari lagu-lagu gereja. sebab pernah saya menghadiri pesta pembangunan sebuah gereja kita rombongan yang akan menyumbangkan dana meminta lagu marolop-olop tongiki sebagai lagu tor-tor… dan bayangkan saudara-saudara bagaimana girangan kita menari bersuka cita sambil sungguh-sungguh memuji nama Tuhan dengan hati kita bersama lagu ini…indah sekali..

    pernah juga saya menghadiri pernikahan dan adat pernikahan teman saya, dimana tulang teman saya ini mengulosi teman saya ini dengan mengatakan bahwa ulos yang tulangnya sematkan itu adalah berkat dari Tuhan Yesus dan bukan dari tulangnya itu.

    sekali lagi…bukan mau membenarkan adat batak benar di hadapan Tuhan Yesus, tapi memang kebenarnya adalah Tuhan Yesus yang menginspirasi segala seni dan musik, adat dan budaya, dan ilmu pengetahuan bagi umat manusia…

    Jadi kalau dibilang kita sibuk, danmenjadi professional tidak juga harus menyalahkan adat…buakn itu jalan keluarnya…orang eropa, orang amerika, orang jepang adalah bangsa-bangsa yang jauh lebih maju dari bangsa indonesia dimana suku bangsa batak ada…tapi mereka berpesta…mereka memberika waktu untuk bersukacita untuk keluarga…

    jadi…saya kira kita tidak harus mengambil dua arah yang terlalu jauh…satu mengharuskan adat secar saklek…tidak ada kompromi…satu lagi mengambil arah bahwa adat itu tidak perlu sama sekali…

    kita kan manusia ciptaan Tuhan yang diberi kebebasan, kemampuan dan kegirangan untuk menentukan sikap, tapi juga sekaligus bisa mengatur waktu dan masalah, dan juga sekaligus menyatakan kasih dan mengekspresikan kegirangan kepada umat manusia dan ortan-orang yang kita kasihi…ini adalah prinsip alkitabiah…Tuahn menjanjikan kita surga juga berarti Tuhan menjanjikan kita yang percaya akan kemenangan dan hidup yang kekal, menjanjikan berkat dan kegirangan yang kekal di sorga…nah…hal itu juga tidak dilarang oleh Yesus…justru Tuhan Yesus mengharuskannya…coba lihat bagaimana perempuan mengura[pi rambut dan kepala Yesus dengan minyak wangi yang mahal…murid-murid TuhanYesus melarang perempuan itu..tapi…Tuhan Yesus justru membirakannya… Tuhan Yesu makan minum dengan pemungut cukai…banyak orang-orang Farisi mengomentari-Nya..tapi…Tuhan Yesus tetap saja makan dan bergembira dengan pemungut cukai dan keluarganya di rumah pemungut cukai itu, dan Tuhan Yesus tahu bahwa denagn kesempatan sepertui itulah Tuhan Yesus juga mau menyatakan kasih dan memberitakan tentang kerajaan sorga…

    jadi…yah Tuhan Yesus kita itu ternyata seperti itu…dia tidak menghendaki adat menguasai dan memusingkan orang-orang batak, tapi saya percaya dengan kuasa dan pemikiran yang diberikan-Nya kepada kita Tuhan Yesus mau kita berkuasa atas adat supaya kita juga bisa berkarya membawa dan memenangkan jiwa-jiwa di dalam kasih Kristus Yesus Tuhan kita…

    mudah-mudahan pemikiran saya tadi mengenai EO untuk adat batak itu bisa diberitakan dan dishare kepada teman-teman yang lebih banyak…

    saya membayangkan kalau EO untuk adat batak ini mau diusahakan saya saat ini bisa melihat bagaimana Tuhan akan bekerja luar biasa melalui gereja-gereja yang penuh gengan karunia musik, pujian dan tari-tarian, dan memakai gereja-gereja dan anak-anak Tuhan yang punya talenta bermusik, menyanyi dan menari menjadi berkat dan saluran berkat dari Allah Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudus, dari Allah Immanuel Allah Tuhan Tritunggal, Allah Tuhan kita Yang Hidup dan Sejati itu.

    so…apakah kita mau memusingkan kepicikan dan kebohongan si iblis itu sehingga menjadi energi yang negatif di tengah-tengah umat Tuhan…

    atau kita rendahkan diri kita, kita rendahkan hati kita..kita murnikan pikiran dan imajinasi kita dengan menempatkan Tuhan kita beradapa pada kuasa dan kemuliaan-Nya yang seharusnya…???dan membiarkan kita bergandengan tangan satu dengan yang lain supaya bisa menyalurkan kasih Yesus Kristus kepada semua umat manusia termasuk secara khusus suku bangsa batak yang masih banyak terbelenggu dosa ini…???

    Biarlah pujian, hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan Yesus Kristus Yang Hidup dan Yang Maha Mulia yang bertahta di tempat Yang Maha Tinggi. semoga menjadi berkat bagi semua. Tuhan Yesus memberkati kita semua.

    love and peace,

    Hendrik

  10. Partomuan berkata:

    Saya rasa untuk orang Batak yang belum menikah boleh2 saja terlibat aktif dalam acara adat, namun untuk acara adat pernikahan saya rasa kurang pantas Lae Tobing. karena bagaimana orang yang belum menikah (walaupun orang itu tokoh,profesor,doktor) mau memberikan contoh/wejangan/petuah kepada mempelai sedangkan orang tersebut belum menikah?
    Jadi untuk acara2 adat selain adat menikah sih monggo2 wae lae Tobing, seperti rapat Bona Taon, Kematian, selametan lepas sidi…yang kaya2 gitu sih oke, tapi untuk adat pernikahan hmmmm kayanya nggak deh…

    Thanks attensinya

    • paultobing berkata:

      Lae Partomuan…yang sy tekankan adalah kesamaan status. Soal mandok hata…itu sebenarnya tidak begitu penting, krn kalaupun diberi kesempatan memberi wejangan (baik yg menikahpun) biasanya melihat kondisinya, misalnya kalau rumah tangganya berantakan atau tidak beres, biasanya dia akan merasa malu untuk mandok hata, walaupun dia sudah berpengalaman. Sebaliknya kalau memang seseorang memiliki spiritualitas, intelektualitas (mis teolog, psikologi, sosiolog) dan integritas yang tinggi walau dia belum menikah tidak ada salahnya kita mendengarkan mereka. Pengalaman bukan satu2nya sumber pengalaman. Pengalaman hanya efektif jika masa depan memiliki kesamaan dengan masa lalu (yg mungkin sudah kita alami).
      Selamat menjalani thn 2009

  11. Partomuan berkata:

    Kesamaan status? itulah kuncinya, disinilah indahnya adat Batak…bagi yang menikah walaupun bukan orang yang bergerlar tinggi (Phd, Profesor,Ir.) atau pejabat, bila ia merasa berhak ya disitulah dia duduk mau dia supir angkot, tukang tambal ban, kernet,kaya miskin, sama saja sepanjang dia sudah menikah dia pantas…duduk di tempat dia sewajarnya…

    Buatku mandok hata itu penting, apalagi buat orang Batak lae yang mempunyai tradisi lisan yang sangat baik…merupakan suatu kehormatan walaupun dia itu hanya seorang yang belum mempunyai gelar,miskin, ataupun kaya…kalo yang kondisinya rumah tangga berantakan saya kira ia sudah tahu sendiri…pasti sodara2nya yang lain juga sudah memberitahu yg bersangkutanlah…

    saya sepakat dengan lae “seseorang memiliki spiritualitas, intelektualitas (mis teolog, psikologi, sosiolog) dan integritas yang tinggi” walaupun belum menikah atau memustukan untuk tidak menikah berhak duduk dalam acara adat, tapi menurut saya lihat konteksnya…kalo untuk acara seperti memasuki rumah, bona taon, lepas marguru, selametan kuliah, ato syukuran untuk seorang anak yang mo kuliah keluar negeri, saya kira itu bisa2 saja buat orang yang belum menikah…disinilah pengetahuan dan pengalaman mereka bisa dibagi dengan kita…

    perandaiannya begini saja, sangat tidak pantas bagi seseorang sebut saja si A ikut menjadi tim penguji tesis seorang mahasiswa, sedangkan si A tersebut belum lulus kuliah…

    kita sebagai orang kristen punya kebiasaan sharing pengalaman kita sendiri, apa yang bisa disharingkan oleh orang yang belum menikah kepada pengantin baru? disini problemnya,..apa orang tersebut mengambil conto dari orang lain? atau dari orangtuanya? kan tidak, harus dari pengalaman sendirilah biar sreg…
    buat orang Batak, orangyang sudah menikah dianggap sudah dewasa , karena mampu memimpin suatu organisasi sederhana, …oleh sebab itulah menurut saya kalo untuk acara adat pernikahan saya rasa yang duduk di depan adalah yang sudah menikah…

    anyway itu pendapat saya saja lae…
    saya sangat senang berdiskusi dengan anda…
    HORAS JALA GABE

  12. paultobing berkata:

    Mauliate

Tinggalkan komentar